Selasa, 29 Mei 2012

Anak Hasil Teknologi

Meski tingkat keberhasilannya di bawah 50 persen, bayi tabung layak dicoba oleh pasangan yang sulit mendapat anak.
Anak adalah titipan Tuhan yang harus dirawat dengan penuh kasih sayang. Namun, banyak pula yang malah membuang bayinya karena berbagai alasan di antaranya tidak mau menanggung malu karena hamil di luar nikah. Bagi pasangan yang sulit mendapatkan anak, tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab itu membuat miris hati mereka. Berbagai cara sudah mereka lakukan untuk mendapatkan anak. Tidak sedikit di antara pasangan ini akhirnya putus asa dan bercerai karena anak yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang.
Diperkirakan 10%-15% pasangan suami istri di seluruh dunia mengalami gangguan kesuburan. Jumlahnya mencapai 80 juta pasangan usia subur. Angka terbanyak diderita wanita yaitu 40%-60%. Ironisnya hanya 15% yang datang di klinik "reproduksi" untuk mendapatkan penanganan gangguan kesuburannya.
Dr Muchsin Jaffar SpPK, pakar bayi tabung dari Family Fertility Clinic kepada Berita Indonesia menjelaskan, gangguan kesuburan atau infertilitas diartikan sebagai gagalnya pasangan usia reproduksi untuk mendapatkan kehamilan setelah dua belas bulan atau lebih usia pernikahannya dengan frekuensi hubungan suami-istri teratur, yaitu 2-3 kali seminggu tanpa perlindungan kontrasepsi. Dia menyebutkan, persentase faktor kegagalan memperoleh anak dari pihak wanita adalah 30% dan pihak pria 30%. Kemudian, faktor yang disebabkan kedua belah pihak sebanyak 30%. "Faktor tidak diketahui penyebabnya 10%," papar Muchsin dalam sebuah seminar beberapa waktu lalu.
Biasanya, pasangan yang sulit memperoleh anak akan menempuh berbagai cara. Mencari tahu penyebab gangguan kesuburan (infertilitas) adalah langkah awal yang baik. Beberapa penyebab gangguan kesuburan (infertilitas) antara lain: umur ibu tua (>35 tahun), berat badan berlebih (>15% dari berat badan standar), gaya hidup tidak sehat seperti merokok dan minum kopi, ibu dengan tingkat stres tinggi, pengaruh radiasi dan bahan kimia, penyakit radang panggul, kelainan-kelainan pada rahim seperti endometriosis dan kista ovarium.
Syukurlah, dengan semakin canggihnya teknologi, kasus infertilitas dapat ditangani. Fertilisasi in vitro (FIV) atau lebih dikenal bayi tabung adalah solusi yang membangkitkan harapan dan sudah terbukti. Louise Brown adalah bayi tabung pertama di dunia yang lahir pada 25 Juli 1978. Di Indonesia bayi tabung pertama lahir 2 Mei 1988 bernama Nugroho Karyanto. Program fertilisasi in vitro yang diprakarsai oleh Prof. DR. Dr. Sudraji Sumapraja, SpOG (disebut Bapak Bayi Tabung Indonesia) merupakan teknologi reproduksi manusia tercanggih saat itu.
Teknik fertilisasi in vitro dimulai dengan pemberian suntikan hormon hCG (human chorionic gonadotropin) sebagai pemicu ovulasi. Lalu sel telur yang cukup matang diambil dan dimasukkan ke dalam media biakan pada cawan petri. Sedangkan sperma dipilih yang baik (gerakannya aktif, bentuknya utuh). Dr. Muchsin Jaffar menjelaskan, pada fertilisasi in vitro konvensional dibutuhkan 10.000 sperma yang disebar di sekitar sel telur (oosit). Setelah dibuahi dan berkembang menjadi embrio, kemudian ditransfer ke dalam rahim ibu. Kehamilan dapat dideteksi melalui pemeriksaan urin dua minggu setelah transfer embrio.
Selanjutnya Muchsin menambahkan, apabila suami yang mengalami infertilitas, teknik fertilisasi in vitro konvensional tidak dapat dilakukan. Teknik unggulan untuk kasus ini yaitu ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection). Cukup satu sperma terbaik disuntikkan langsung ke dalam sel telur (oosit). Bila telah dibuahi dan menjadi embrio, siap ditransfer ke rahim ibu. Di Indonesia teknik ini pertama kali diterapkan pertengahan 1995 dan bayi tabung ICSI pertama lahir pada April 1996. Angka keberhasilannya mencapai 30%.
Pada kasus yang lebih berat yaitu tidak adanya sperma pada air mani (azoospermia) dibutuhkan penanganan yang berbeda. Dr. Yuslam Edi Fidianto, SpOG kepada Berita Indonesia menjelaskan, sperma diambil secara langsung ke dalam epididimis melalui teknik MESA (Microsurgical Epididymal Sperm Aspiration). Pengambilan juga dapat dilakukan langsung ke testis dengan teknik TESE (Testicular Sperm Extraction). Pengambilan ini dilakukan beberapa kali. Kemudian sperma disuntikkan ke sel telur. Sperma yang lebih dapat disimpan untuk dipakai kembali bila diperlukan. Teknik ini juga telah dilakukan di Indonesia. Terbukti pada Februari 2004 lahirlah bayi tabung pertama hasil teknik ini.
Umumnya embrio yang ditransfer maksimal 3. Bila masih ada embrio yang lebih, dapat disimpan dengan teknik kriopreservasi. Teknik ini meliputi proses pembekuan, penyimpanan, dan pencairan kembali. Bagi pasien yang gagal hamil dan ingin hamil lagi, dapat langsung pada tahap transfer embrio. Tidak perlu mengulang FIV dari tahap awal. Keberhasilan hamil melalui transfer embrio simpan beku mencapai 15%.
Teknik terbaru yang menggembirakan adalah fertilisasi in vitro dengan AH (Assisted Hatching). Dikhususkan bagi wanita kelompok umur >40 tahun. Kelompok umur ini memiliki peluang hamil rendah yaitu hanya 8%. Jumlah dan kualitas sel telur menurun, gangguan pada endometrium, kadar hormon FSH (Folicel Stimulating Hormone) yang tinggi semakin memperkecil kemungkinan untuk hamil. FIV dengan AH juga mumpuni untuk kasus yang gagal dengan teknik-teknik yang telah disebutkan sebelumnya. Pemanfaatan sinar laser untuk menembak dinding embrio agar embrio dapat keluar dan melekat pada dinding rahim (proses implantasi) adalah kunci keberhasilan dari teknik ini. Proses implantasi embrio yang dibantu ini merupakan kemajuan tercanggih saat ini. Di Indonesia bayi tabung pertama melalui AH lahir pada Januari 2008.
Komplikasi terbanyak yang mungkin terjadi pada proses bayi tabung adalah abortus (keguguran). Angka kejadiannya antara 25%-30%. Komplikasi lain adalah kehamilan di luar rahim, kehamilan ganda, dan cacat bawaan. Untuk mendeteksi cacat bawaan, Family Fertility Clinic menyediakan tes genetik atau Preimplantation Genetic Diagnosis. Tes yang dilakukan sebelum transfer embrio ke rahim ini juga dapat mendeteksi penyakit-penyakit sistemik yang akan muncul.
Teknologi bayi tabung tidaklah murah. Dibutuhkan biaya antara 35-60 juta tergantung kondisi dari pasangan suami isteri tersebut. Dari sekitar 4 juta pasangan suami istri yang membutuhkan program bayi tabung, hanya sebagian saja yang dapat menjangkaunya. Sejak 1987-2007 di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita tercatat 945 bayi tabung dilahirkan dan sehat dibawa pulang (take home baby). Sedangkan di sentra-sentra bayi tabung lain (saat ini ada 10 sentra bayi tabung di Indonesia) angkanya jauh lebih kecil.
Meminjam istilah yang digunakan Dr.dr.Soegiharto Soebiyanto, SpOG, teknik FIV yang beragam layaknya seperti fasilitas di supermarket. Banyak pilihan untuk mendapatkan hasil yang sama. Untuk itu pasien dengan masalah infertilitas sebaiknya lebih dulu memahami teknik-teknik FIV dan keterbatasannya sebelum memutuskan.
Selain masalah biaya yang mahal, kendala lainnya adalah informasi yang kurang di masyarakat, sistem rujukan kurang, serta kecenderungan berobat ke luar negeri. Oleh sebab itu, tim bayi tabung di sebuah rumah sakit ibu dan anak di Jakarta baru-baru ini mengadakan seminar awam untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Mereka juga meyakinkan masyarakat bahwa kemampuan dokter-dokter di Indonesia tidak kalah dengan dokter luar negeri. Angka keberhasilan bayi tabung berkisar 27 sampai 48 persen. Pengalaman 20 tahun menangani infertilitas dengan teknologi canggih cukup membuktikan bahwa Indonesia setara dengan negara lain. DGR (BI 58)


Tidak ada komentar: