Meski tingkat keberhasilannya di
bawah 50 persen, bayi tabung layak dicoba oleh pasangan yang sulit mendapat
anak.
Anak adalah titipan Tuhan yang harus
dirawat dengan penuh kasih sayang. Namun, banyak pula yang malah membuang
bayinya karena berbagai alasan di antaranya tidak mau menanggung malu karena
hamil di luar nikah. Bagi pasangan yang sulit mendapatkan anak, tindakan oknum
yang tidak bertanggung jawab itu membuat miris hati mereka. Berbagai cara sudah
mereka lakukan untuk mendapatkan anak. Tidak sedikit di antara pasangan ini
akhirnya putus asa dan bercerai karena anak yang ditunggu-tunggu tak kunjung
datang.
Diperkirakan 10%-15% pasangan suami
istri di seluruh dunia mengalami gangguan kesuburan. Jumlahnya mencapai 80 juta
pasangan usia subur. Angka terbanyak diderita wanita yaitu 40%-60%. Ironisnya
hanya 15% yang datang di klinik "reproduksi" untuk mendapatkan
penanganan gangguan kesuburannya.
Dr Muchsin Jaffar SpPK, pakar bayi
tabung dari Family Fertility Clinic kepada Berita Indonesia menjelaskan,
gangguan kesuburan atau infertilitas diartikan sebagai gagalnya pasangan usia
reproduksi untuk mendapatkan kehamilan setelah dua belas bulan atau lebih usia
pernikahannya dengan frekuensi hubungan suami-istri teratur, yaitu 2-3 kali
seminggu tanpa perlindungan kontrasepsi. Dia menyebutkan, persentase faktor
kegagalan memperoleh anak dari pihak wanita adalah 30% dan pihak pria 30%.
Kemudian, faktor yang disebabkan kedua belah pihak sebanyak 30%. "Faktor
tidak diketahui penyebabnya 10%," papar Muchsin dalam sebuah seminar
beberapa waktu lalu.
Biasanya, pasangan yang sulit
memperoleh anak akan menempuh berbagai cara. Mencari tahu penyebab gangguan
kesuburan (infertilitas) adalah langkah awal yang baik. Beberapa penyebab
gangguan kesuburan (infertilitas) antara lain: umur ibu tua (>35 tahun),
berat badan berlebih (>15% dari berat badan standar), gaya hidup tidak sehat
seperti merokok dan minum kopi, ibu dengan tingkat stres tinggi, pengaruh
radiasi dan bahan kimia, penyakit radang panggul, kelainan-kelainan pada rahim
seperti endometriosis dan kista ovarium.
Syukurlah, dengan semakin canggihnya
teknologi, kasus infertilitas dapat ditangani. Fertilisasi in vitro (FIV) atau
lebih dikenal bayi tabung adalah solusi yang membangkitkan harapan dan sudah
terbukti. Louise Brown adalah bayi tabung pertama di dunia yang lahir pada 25
Juli 1978. Di Indonesia bayi tabung pertama lahir 2 Mei 1988 bernama Nugroho
Karyanto. Program fertilisasi in vitro yang diprakarsai oleh Prof. DR. Dr.
Sudraji Sumapraja, SpOG (disebut Bapak Bayi Tabung Indonesia) merupakan
teknologi reproduksi manusia tercanggih saat itu.
Teknik fertilisasi in vitro dimulai
dengan pemberian suntikan hormon hCG (human chorionic gonadotropin) sebagai
pemicu ovulasi. Lalu sel telur yang cukup matang diambil dan dimasukkan ke
dalam media biakan pada cawan petri. Sedangkan sperma dipilih yang baik
(gerakannya aktif, bentuknya utuh). Dr. Muchsin Jaffar menjelaskan, pada
fertilisasi in vitro konvensional dibutuhkan 10.000 sperma yang disebar di
sekitar sel telur (oosit). Setelah dibuahi dan berkembang menjadi embrio,
kemudian ditransfer ke dalam rahim ibu. Kehamilan dapat dideteksi melalui
pemeriksaan urin dua minggu setelah transfer embrio.
Selanjutnya Muchsin menambahkan,
apabila suami yang mengalami infertilitas, teknik fertilisasi in vitro
konvensional tidak dapat dilakukan. Teknik unggulan untuk kasus ini yaitu ICSI
(Intracytoplasmic Sperm Injection). Cukup satu sperma terbaik disuntikkan
langsung ke dalam sel telur (oosit). Bila telah dibuahi dan menjadi embrio,
siap ditransfer ke rahim ibu. Di Indonesia teknik ini pertama kali diterapkan
pertengahan 1995 dan bayi tabung ICSI pertama lahir pada April 1996. Angka
keberhasilannya mencapai 30%.
Pada kasus yang lebih berat yaitu
tidak adanya sperma pada air mani (azoospermia) dibutuhkan penanganan yang
berbeda. Dr. Yuslam Edi Fidianto, SpOG kepada Berita Indonesia menjelaskan,
sperma diambil secara langsung ke dalam epididimis melalui teknik MESA
(Microsurgical Epididymal Sperm Aspiration). Pengambilan juga dapat dilakukan
langsung ke testis dengan teknik TESE (Testicular Sperm Extraction).
Pengambilan ini dilakukan beberapa kali. Kemudian sperma disuntikkan ke sel
telur. Sperma yang lebih dapat disimpan untuk dipakai kembali bila diperlukan.
Teknik ini juga telah dilakukan di Indonesia. Terbukti pada Februari 2004
lahirlah bayi tabung pertama hasil teknik ini.
Umumnya embrio yang ditransfer
maksimal 3. Bila masih ada embrio yang lebih, dapat disimpan dengan teknik
kriopreservasi. Teknik ini meliputi proses pembekuan, penyimpanan, dan
pencairan kembali. Bagi pasien yang gagal hamil dan ingin hamil lagi, dapat
langsung pada tahap transfer embrio. Tidak perlu mengulang FIV dari tahap awal.
Keberhasilan hamil melalui transfer embrio simpan beku mencapai 15%.
Teknik terbaru yang menggembirakan
adalah fertilisasi in vitro dengan AH (Assisted Hatching). Dikhususkan bagi
wanita kelompok umur >40 tahun. Kelompok umur ini memiliki peluang hamil
rendah yaitu hanya 8%. Jumlah dan kualitas sel telur menurun, gangguan pada
endometrium, kadar hormon FSH (Folicel Stimulating Hormone) yang tinggi semakin
memperkecil kemungkinan untuk hamil. FIV dengan AH juga mumpuni untuk kasus
yang gagal dengan teknik-teknik yang telah disebutkan sebelumnya. Pemanfaatan
sinar laser untuk menembak dinding embrio agar embrio dapat keluar dan melekat
pada dinding rahim (proses implantasi) adalah kunci keberhasilan dari teknik ini.
Proses implantasi embrio yang dibantu ini merupakan kemajuan tercanggih saat
ini. Di Indonesia bayi tabung pertama melalui AH lahir pada Januari 2008.
Komplikasi terbanyak yang mungkin
terjadi pada proses bayi tabung adalah abortus (keguguran). Angka kejadiannya
antara 25%-30%. Komplikasi lain adalah kehamilan di luar rahim, kehamilan
ganda, dan cacat bawaan. Untuk mendeteksi cacat bawaan, Family Fertility Clinic
menyediakan tes genetik atau Preimplantation Genetic Diagnosis. Tes yang
dilakukan sebelum transfer embrio ke rahim ini juga dapat mendeteksi
penyakit-penyakit sistemik yang akan muncul.
Teknologi bayi tabung tidaklah
murah. Dibutuhkan biaya antara 35-60 juta tergantung kondisi dari pasangan
suami isteri tersebut. Dari sekitar 4 juta pasangan suami istri yang
membutuhkan program bayi tabung, hanya sebagian saja yang dapat menjangkaunya.
Sejak 1987-2007 di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita tercatat 945 bayi
tabung dilahirkan dan sehat dibawa pulang (take home baby). Sedangkan di
sentra-sentra bayi tabung lain (saat ini ada 10 sentra bayi tabung di
Indonesia) angkanya jauh lebih kecil.
Meminjam istilah yang digunakan
Dr.dr.Soegiharto Soebiyanto, SpOG, teknik FIV yang beragam layaknya seperti
fasilitas di supermarket. Banyak pilihan untuk mendapatkan hasil yang sama.
Untuk itu pasien dengan masalah infertilitas sebaiknya lebih dulu memahami
teknik-teknik FIV dan keterbatasannya sebelum memutuskan.
Selain masalah biaya yang mahal,
kendala lainnya adalah informasi yang kurang di masyarakat, sistem rujukan
kurang, serta kecenderungan berobat ke luar negeri. Oleh sebab itu, tim bayi
tabung di sebuah rumah sakit ibu dan anak di Jakarta baru-baru ini mengadakan
seminar awam untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Mereka juga
meyakinkan masyarakat bahwa kemampuan dokter-dokter di Indonesia tidak kalah
dengan dokter luar negeri. Angka keberhasilan bayi tabung berkisar 27 sampai 48
persen. Pengalaman 20 tahun menangani infertilitas dengan teknologi canggih
cukup membuktikan bahwa Indonesia setara dengan negara lain. DGR (BI 58)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar