Kamis, 23 September 2010

ALKINDI & IBNU SINA

Pada dasarnya kedua filsuf paripatetik ini, Al-Kindi dan Ibn Sina membuat konsep mengenai alam untuk membuktikan adanya Tuhan, dengan kata lain konsep mengenai alam dijadikan sebagai pembuktian untuk membuktikan adanya Tuhan. Hal ini dikarenakan, lewat proses penciptaan alam, semua orang bahkan orang yang awam sekalipun diharapkan dapat lebih mengerti konsep mengenai Tuhan, bahwa alam menjelaskan adanya Tuhan.

Dalam rangka memperjelas adanya Ketuhanan, kedua filsuf ini berangkat dari kedua titik yang berbeda. Al-Kindi sejalan dengan Aristoteles bahwa benda di alam ini dapat dikatakan wujud yang actual apabila terhimpun empat ‘illat, yakni :

1. Materi benda (al-Unshuriyyat)

2. Bentuk benda (al-Shuriyyat)

3. Pembuat benda (al-Fa’ilat)

a. Dekat (qaribat) : bertalian dengan alam dan Allah

b. Jauh (ba’idat) : hanya bertalian dengan Allah

4. Manfaat benda (al-Tammamiyyat)

Alam, bagi Al-Kindi, disebabkan oleh sebab yang jauh, yakni Allah, yang mencinptakan alam dari tiada (creation ex nihilo). Untuk lebih jelas dapat lihat bagan dibawah ini :




Al-Kindi menegaskan bahwa alam berasal dari tiada dalam 3 dalil tentang alam, yaitu :

1. Dalil baharu alam

2. Dalil keragaman dan kesatuan

3. Dalil kerapihan alam

Dalil baharu alam, merupakan dalil yang menegaskan bahwa alam itu fana dan akan berakhir, karena alam itu berasal dari tidak ada maka akan kembali menjadi tidak ada, meliputi waktu, gerak, dan benda. Kemudian dalil keragaman dan kesatuan, menunjukkan bahwa Tuhan itu Esa (unity). Sedangkan dalil kerapihan alam, menunjukkan adanya harmonisasi. Semua itu tidak mungkin ada tanpa ada Maha Mengatur. Dengan demikian, Al-Kindi masuk ke dalam aliran creationisme.
Berbeda halnya dengan Ibn Sina yang berangkat dari teori alam berasal dari ada. Ibn Sina menggunakan teori emanasi untuk konsep alam. Sebenarnya Ibn Sina menemui kesulitan dalam menjelaskan bagaimana terjadinya yang banyak yang bersifat materi atau alam dari Yang Esa, jauh dari arti banyak, jauh dari arti materi, Maha sempurna, dan tidak berkehendak apapun atau Allah. Dengan demikian, untuk memecahkan masalah ini Ibn Sina mengemukakan penciptaan secara emanasi. Menurutnya Tuhan merupakan akal pertama, dan materi pertama atau alam terbentuk dari akal kesepuluh.

Baginya, power Tuhan dari energy atau spirit atau ruh atau akal mengalir terus tanpa henti. Ibn Sina termasuk neoplatonisme monolitik, ia mempercayai tentang adanya akal pertama atau wujud pertama dan menggunakan logika dalam teori emanasi.

Menurut Ibn Sina, alam itu abadi, sejalan dengan filsafat emanasi, ala mini kadim karena diciptakan oleh Allah sejak kidam dan azali. Namun, tentunya Ibn Sina membedakan antarakadimnya Allah dengan Alam. Perbedaan mendasar terletak pada sebab membuat alam terwujud. Keberadaan alam tidak didahului oleh zaman, maka alam kadim dari segi zaman. Sedangkan dari segi esensi, sebagai hasil ciptaan Allah secara pancaran, alam ini baharu. Sementara itu Allah adalah sebab semua yang ada dan Pencipta alam. Jadi, alam ini baharu dan kadim, baharu dari segi esensi dan kadim dari segi zaman. Dengan demikian, kita bisa menggolongkan Ibn Sina sebagai evolusionisme.

Tidak ada komentar: